Minggu, 28 Desember 2008

Tour de Balikpapan


Perjalanan ke Balikpapan diawali dari Banjarmasin. Ada dua alternatif yang bisa diambil: naik pesawat atau naik bis. Saya memilih alternatif yang kedua, karena tarifnya jauh lebih murah tentu saja. Tarif pesawat mencapai harga 637 ribu rupiah, bandingkan dengan tarif bis full AC yang ‘hanya’ 135 ribu rupiah. Pihak penjual tiket bis Bintang Mas, yang berlokasi di Terminal Pal Enam Banjarmasin, memperkirakan bahwa bila bis berangkat jam 4 sore, maka akan sampai di Balikpapan jam 8 pagi. Perjalanan yang lumayan lama, dan melelahkan.

Kesan bis yang pertama kali saya lihat adalah, kreativitas dari pemilik bus. Di bawah corong keluar AC dari beberapa kursi penumpang nampak dipasangi plastik-plastik, mirip talang air. Belakangan saya tahu bahwa perkakas itu dipasang untuk mengantisipasi AC yang bocor!

Kesan kedua adalah ketidaknyamanan. Jok yang saya tempati ternyata rusak, yang mengakibatkan punggung saya tidak bisa bersandar dengan semestinya. Tidak perlu menjadi dokter untuk memahami bahwa perjalanan yang begitu lama tanpa bersandar adalah salah satu faktor resiko dari low back pain. Wan nang itu bujur-bujur bakajadian lawan ulun! Sesampainya di Balikpapan, punggung terasa nyeri bukan buatan.


Kesan ketiga adalah memuakkan, terutama setelah hidung saya mencium bau kentut dari salah seorang penumpang. Kurang ajar betul.

Dalam perjalanan ini,bis berhenti beberapa kali di beberapa terminal. Di Kalimantan Selatan, makanan yang dijajakan para pedagang sama persis dengan apa yang bisa dijumpai di Pasar Wadai Tradisional di Martapura, yaitu berkisar antara Jenang Cangkrukan dan Kalalapon dari Martapura hingga Dodol dari Kandangan. Tidak ada satu pun penjual tahu asin dan telur puyuh, seperti yang lazim saya temui di Jawa, hingga bis sampai di pelabuhan penyeberangan di Penajam, Kalimantan Timur.

Saya sampai di Balikpapan jam 10 pagi, turun di Pulau Indah Jaya dengan disambut gerimis hujan. Di situ Oom saya sudah menunggu, dan kami pun berpelukan.

“Alhamdulillah…sampai juga akhirnya…”, kata Oom saya.


2 komentar:

eLpHieNa mengatakan...

Wah ternyata slama perjalanan itu km ndak bersandar sama sekali toh mas....astaga,pasti sakit bget tuh punggung...

gitu kok ya masih nekad2nya naik mtor ke samarinda 115km pp...dasar!!tapi memang klo dah bertekad utk berpetualang pasti tanpa pkir pnjang meski bdan sbenernya perlu istirahat ckup...

Harmaya, MD mengatakan...

Aku soale mikirin kamu terus...sampai2 lupa ama nyeri punggung. ;D